Jakarta, June 5, 2025 – The Government of Indonesia, through the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM), has officially released the 2025–2034 Electricity Supply Business Plan (RUPTL) of PLN, following the signing of the national RUPTL on May 26, 2025. This strategic document serves as a roadmap for Indonesia’s electricity development over the next decade. The new RUPTL puts a strong emphasis on accelerating the clean energy transition and encouraging large-scale private sector participation.

Between 2025 and 2034, the government targets an additional electricity generation capacity of 69.5 gigawatts (GW). Of this total, 61 percent or 42.6 GW will come from renewable energy sources such as solar, hydro, wind, geothermal, and bioenergy. Notably, for the first time, the RUPTL includes plans for the development of nuclear power plants (NPPs) with a capacity of 0.5 GW. The remainder consists of 16.6 GW from fossil-fuel-based power plants and 10.3 GW from energy storage systems. This clean energy push aligns with Indonesia’s commitment to achieving Net Zero Emissions by 2060 and enhancing national energy resilience and independence.

To improve demand forecasting accuracy, PLN has shifted from an aggregate demand projection method to a geospatial and region-specific analytical approach. This change is expected to result in more precise electricity demand planning, supporting industrial growth, downstream sector expansion, and equitable electricity access across the archipelago.

The 2025–2034 RUPTL also opens vast opportunities for private investment. Around 73% of planned generation projects will be developed under the Independent Power Producer (IPP) scheme, representing a potential investment of over IDR 2,000 trillion ($124 billion), with approximately IDR 1,566 trillion ($97 billion) coming from IPP projects.

One of the most notable developments in the RUPTL is the planned construction of 500 MW of nuclear power by 2034, in line with the National Electricity General Plan (RUKN) 2025–2060, which targets a total nuclear capacity of 35 GW by 2060. The first 250 MW unit is planned for the Sumatra-Bangka region with commercial operation targeted for 2032, followed by a second 250 MW unit in West Kalimantan, expected to begin operation in 2033. The Bangka Belitung Islands Province is currently considered the most promising location and is projected to host Indonesia’s first nuclear power plant.

Thorcon Ready to Build Indonesia’s First Nuclear Power Plant

The release of the RUPTL and inclusion of nuclear targets has given a significant boost to private sector players, particularly PT Thorcon Power Indonesia. Since its establishment as a limited liability company in 2021, Thorcon has been fully committed to developing the Thorcon 500 as Indonesia’s first commercial nuclear power plant. The project is planned for construction on Kelasa Island, in the Bangka Belitung Islands Province, with a total capacity of 2 x 250 MW.

Thorcon is currently undergoing the licensing process to obtain approval for its Site Evaluation Program and Site Evaluation Management System (PET-SMET) from the Nuclear Energy Regulatory Agency (BAPETEN), which is a key requirement for acquiring the Site License.

Thorcon’s project aligns closely with the IPP scheme outlined in the RUPTL for nuclear development in the Sumatra-Bangka and West Kalimantan regions. This initiative is expected to deliver a reliable, sustainable, and clean energy source to support Indonesia’s long-term energy goals.

—-

RUPTL Terbaru Resmi Dirilis: Dorong Investasi Energi Bersih dan Angin Segar bagi Proyek Thoron 500

Jakarta, 5 Juni 2025 – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara resmi merilis Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025–2034, menyusul RUPTL nasional yang ditandatangani pada 26 Mei 2025. Dokumen strategis ini menjadi peta jalan pengembangan kelistrikan nasional selama satu dekade ke depan. Fokus utama RUPTL terbaru adalah transisi menuju energi bersih serta keterlibatan masif sektor swasta.

Dalam periode 2025 hingga 2034, pemerintah menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 gigawatt (GW). Dari jumlah tersebut, 61 persen atau 42,6 GW berasal dari pembangkit berbasis energi baru dan terbarukan (EBT), seperti tenaga surya, air, angin, panas bumi, dan bioenergi. Untuk pertama kalinya, RUPTL juga mencantumkan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebesar 0,5 GW. Sisanya terdiri dari 16,6 GW pembangkit berbasis fosil dan 10,3 GW dari sistem penyimpanan energi. Fokus pada energi bersih ini sejalan dengan target Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission pada 2060 serta memperkuat ketahanan dan kemandirian energi nasional.

Dalam menyusun proyeksi permintaan listrik, PLN kini menggunakan pendekatan berbasis analisis geospasial dan karakteristik wilayah, menggantikan pendekatan agregat yang sebelumnya sering meleset. Pendekatan ini diharapkan menghasilkan proyeksi yang lebih akurat dan mendukung pertumbuhan industri, hilirisasi, serta pemerataan akses listrik di seluruh Indonesia.

RUPTL 2025–2034 juga membuka peluang besar bagi investasi swasta. Sebanyak 73% proyek pembangkitan akan dikembangkan melalui skema Independent Power Producer (IPP), dengan total nilai investasi lebih dari Rp2.000 triliun, di mana sekitar Rp1.566 triliun berasal dari skema IPP.

Salah satu proyek yang mendapat angin segar dari RUPTL ini adalah pembangunan PLTN dengan kapasitas 500 MW pada 2034, sesuai dengan target dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2025–2060, yang menargetkan kontribusi total 35 GW energi nuklir pada tahun 2060.

PLTN diproyeksikan untuk dibangun di wilayah Sumatera-Bangka dengan daya 250 MW dan beroperasi pada tahun 2032, dan di wilayah Kalimantan Barat dengan daya 250 MW serta beroperasi pada tahun 2033. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung saat ini merupakan lokasi yang dinilai paling prospektif dan diproyeksikan sebagai lokasi pembangunan PLTN pertama di Indonesia.

Thorcon Siap Bangun PLTN Pertama di Indonesia

Terbitnya RUPTL dan telah masuknya target operasi PLTN menjadi angin segar bagi dunia industri swasta, salah satunya PT Thorcon Power Indonesia. Sejak berdiri sebagai perseroan terbatas pada 2021, Thorcon telah berkomitmen penuh untuk mengembangkan teknologi Thorcon 500 sebagai PLTN pertama di Indonesia. Proyek ini direncanakan dibangun di Pulau Kelasa, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dengan kapasitas 2 x 250 MW.

Saat ini, Thorcon sedang menjalani proses perizinan untuk memperoleh persetujuan Program Evaluasi Tapak dan Sistem Manajemen Evaluasi Tapak (PET-SMET) kepada BAPETEN, sebagai bagian dari persyaratan untuk memperoleh Izin Tapak.

Proyek Thorcon sejalan dengan skema IPP untuk pembangunan PLTN di wilayah Sumatera-Bangka dan Kalimantan Barat yang tercantum dalam RUPTL. Inisiatif ini diharapkan dapat menyediakan sumber energi bersih, andal, dan berkelanjutan bagi Indonesia.